BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap Tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti. Bentuk dan jenis ibadah sangat bermacam – macam, seperti Sholat puasa, naik haji, jihad, membaca Al-Qur'an, dan lainnya. Dan setiap ibadah memiliki syarat – syarat untuk dapat melakukannya, dan ada pula yang tidak memiliki syarat mutlak untuk melakukannya. Diantara ibadah yang memiliki syarat – syarat diantaranya haji, yang memiliki syarat–syarat, yaitu mampu dalam biaya perjalannya, baligh, berakal, dan sebagainya. Dan contoh lain jika kita akan melakukan ibadah sholat maka syarat untuk melakukan ibadah tersebut ialah kita wajib terbebas dari segala najis maupun dari hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap Tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti. Bentuk dan jenis ibadah sangat bermacam – macam, seperti Sholat puasa, naik haji, jihad, membaca Al-Qur'an, dan lainnya. Dan setiap ibadah memiliki syarat – syarat untuk dapat melakukannya, dan ada pula yang tidak memiliki syarat mutlak untuk melakukannya. Diantara ibadah yang memiliki syarat – syarat diantaranya haji, yang memiliki syarat–syarat, yaitu mampu dalam biaya perjalannya, baligh, berakal, dan sebagainya. Dan contoh lain jika kita akan melakukan ibadah sholat maka syarat untuk melakukan ibadah tersebut ialah kita wajib terbebas dari segala najis maupun dari hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil.
Kualitas pahala ibadah juga dipermasalah jika kebersihan dan kesucian diri seseorang dari hadats maupun najis belum sempurna. Maka ibadah tersebut tidak akan diterima. Ini berarti bahwa kebersihan dan kesucian dari najis maupun hadats merupakan keharusan bagi setiap manusia yang akan melakukan ibadah, terutama sholat, membaca Al-Qur'an, naik haji, dan lain sebaginya.
Bersuci adalah bagian terpenting dari kehidupan seorang muslim.
Bersuci berkaitan erat dalam hal sah atau tidaknya ibadah mahdoh (wajib) yang
kita lakukan. Sebagai contoh sholat, sebelum mengerjakan sholat kita diwajibkan
berwudhu terlebih dahulu. Dalam sebuah hadits disebutkan, Rasulullah SAW
bersabda, “Kesucian itu penutup iman”. (HR. Muslim).
Secara hukum, berdasarkan Al Qur’an dan hadits bersuci adalah wajib,
QS. Al Mudatsir (74) : 4, Al baqarah (2) : 222. Dalam shalat misalnya, shalat
tidak akan dianggap sah apabila belum melakukan wudhu.
1.2 Identifikasi Masalah
Hubungan ibadah dengan ilmu fiqih sangatlah erat karena dengan ilmu fiqih kualitas ibadah dapat tercapai dengan baik. Dan dengan ilmu fiqih dapat dipelajari bagaimana tata cara membersihkan diri dari najis dan hadats.
1.3 Pembatasan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, agar pembahasan tidak meluas maka penulis akan membahasa mengenai thoharoh yang merupakan bersuci dari hadats.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas maka dapat dirumus beberapa masalah diantaranya ialah bagaimana pengertian thoharoh, keutamaan thoaroh, bagaimana pengertian mandi, bagaimana rukun mandi, macam – macam mandi, dan hikmah dari mandi.
1.2 Identifikasi Masalah
Hubungan ibadah dengan ilmu fiqih sangatlah erat karena dengan ilmu fiqih kualitas ibadah dapat tercapai dengan baik. Dan dengan ilmu fiqih dapat dipelajari bagaimana tata cara membersihkan diri dari najis dan hadats.
1.3 Pembatasan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, agar pembahasan tidak meluas maka penulis akan membahasa mengenai thoharoh yang merupakan bersuci dari hadats.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas maka dapat dirumus beberapa masalah diantaranya ialah bagaimana pengertian thoharoh, keutamaan thoaroh, bagaimana pengertian mandi, bagaimana rukun mandi, macam – macam mandi, dan hikmah dari mandi.
BAB II
THAHARAH
DAN HADATS
2.1
Pengertian Thaharah
Secara
bahasa, ath-thaharah maknanya ialah kesucian dan kebersihan dari segala yang
tercela, baik lahir maupun batin (Lihat Syarah Shahih Muslim lin Nawawi juz 3
hal. 455 dan Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan At-Tirmidzi , Al-Mubarakfuri jilid 1
hal. 18). Sedangkan makna ath-thaharah dalam istilah fiqh ialah hilangnya
perkara yang menghalangi sahnya shalat. Dan perkara yang menghalangi sahnya
shalat itu ialah hadats atau najis. Sedangkan menghilangkan
hadats atau najis itu dengan air atau debu. (Lihat Al-Mughni fi Fiqhil Imam
Ahmad bin Hanbal , Ibnu Qudamah, jilid 1 hal. 21).
2.2
Pengertian Hadats
Hadats
itu ialah kondisi seorang Muslim yang sedang batal wudlunya karena keluarnya
sesuatu dari dua jalan (yaitu jalan kemaluan depan yang diistilahkan dengan
qubul dan jalan kemaluan belakang yang diistilahkan dengan dubur ), atau
batalnya wudlu karena berhubungan badan antara suami dengan istri, walaupun
tidak keluar mani, maka batal pula wudlunya. Sehingga bila seseorang itu
dikatakan ber hadats , maknanya ialah bila dia telah batal wudlunya karena
sebab-sebab tersebut.
2.3
Beberapa Ketentuan Tentang Hadats
Istilah
hadats telah dikenal para ahli fiqh yang diambil dari antara lain sabda Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam sebagaimana berikut ini:
Dari
Abu Hurairah radliyallahu `anhu , beliau berkata: Rasulullah shallallahu
`alaihi wa sallam bersabda: “Tidak diterima shalatnya orang yang ber hadats
sehingga dia berwudlu.” Berkata seseorang dari Hadramaut: “Apakah yang dimaksud
hadats itu wahai Abu Hurairah?” Beliau menjawab: “Ialah keluar angin atau
kentut.” (HR. Bukhari dalam Kitab Shahih nya, Kitabul Wudlu’ bab La Tuqbalus
Shalatu bi Ghairi Thahur hadits ke 135)
Ibnu
Hajar Al-Aqalani rahimahullah menerangkan: “Yang dimaksudkan dengan hadats ini
ialah apa saja yang keluar dari dua jalan ( qubul dan dubur ). Abu Hurairah
menafsirkan dengan secara khusus demikian adalah karena ingin memberikan
peringatan tentang terjadinya hadats yang paling ringan, karena keluar angin
atau ketut itu adalah hadats yang paling sering terjadi ketika dalam shalat.
Dan adapun jenis hadtas yang lainnya telah diterangkan oleh para ulama, seperti
menyentuh kemaluan, menyentuh perempuan, muntah sepenuh mulut, berbekam. Bisa
jadi Abu Hurairah menerangkan demikian karena beliau tidak memandang hadats itu
kecuali karena sesuatu yang keluar dari dua jalan sehingga hal-hal yang
diterangkan para ulama tersebut tidak termasuk dalam perkara hadats . Demikian
pula Al-Bukhari sependapat dengan Abu Hurairah.” ( Fathul Bari , Ibnu Hajar
al-Asqalani, jilid 1 hal. 235)
Para
ulama menerangkan bahwa hadats itu ada dua:
1).
Al-Hadatsul Asghar , yakni hadats kecil yang meliputi segenap pembatal wudlu,
yang hanya dihilangkan dengan berwudlu saja.
2).
Al-Hadatsul Akbar , yakni hadats besar yang meliputi segenap pembatal wudlu
yang harus dihilangkan dengan mandi yang disertai wudlu padanya dan mandi yang
demikian ini dinamakan mandi junub.
2.4
Keutamaan Thaharah
Setelah
kita mengerti perkara najis dalam pembahasan yang lalu dan perkara hadats ,
maka perlu juga kita mengerti keutamaan ath-thaharah di sisi Allah Ta`ala
terutama dalam kaitannya dengan ibadah kepada Allah Ta`ala. Kita dapati antara
lain firman Allah di dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang banyak bertaubat dan orang-orang yang
melakukan amalan thaharah (bersuci).” ( Al-Baqarah : 222)
Juga
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
“Berthaharah
itu (yakni bersuci itu) adalah separoh dari iman.” (HR. Muslim dalam Shahih
nya, Kitabut Thaharah hadits ke 223 dari Abi Malik Al-Asy’ari radliyallahu
`anhu ).
Dan
beliau shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
“Kuncinya
shalat itu ialah ber thaharah , dan pengharamannya (yakni mulai diharamkan
berbicara dalam shalat) ialah takbir (yaitu takbir permulaan shalat atau
dinamakan takbiratul ihram), dan penghalalannya ialah salam (yakni halal
kembali berbicara setelah berakhirnya shalat dengan mengucapkan salam).” (HR.
Tirmidzi dalam Sunan nya dari Ali. Abu Isa (yakni At-Tirmidzi) berkata: “Hadits
ini paling shahih dan paling baik dalam bab ini.”).
2.5
Cara Berthaharah
Alat
ber thaharah (yakni bersuci) dari najis atau hadats itu ialah dengan air yang
suci dari najis. Sedangkan air yang suci dari najis itu ialah air yang tidak
terdapat padanya warna atau pun bau najis. Allah Ta`ala menegaskan tentang
kedudukan air sebagai alat untuk bersuci dari najis dan hadats :
“Dan
Kami turunkan air dari langit sebagai alat bersuci.” ( Al-Furqan : 48)
Cara menyucikan hadas yang ditetapkan oleh Syarak
ada tiga, yaitu;
1. Wudhuk; untuk menyucikan hadas kecil
2. Mandi; untuk menyucikan hadas besar
3. Tayammum; pengganti wudhuk atau mandi.
1. Wudhuk; untuk menyucikan hadas kecil
2. Mandi; untuk menyucikan hadas besar
3. Tayammum; pengganti wudhuk atau mandi.
2.6
Alat yang Digunakan untuk Bersuci
Alat
yang digunakan untuk bersuci ada bermacam-macam, yaitu:
1.
Air Mutlak
a.
Air hujan
b. Air laut
“Air laut itu suci dan mensucikan, dimana bangkai hewan yang berada di dalamnya pun halal.” (HR. Al Khamsah)
c. Air telaga
“Air laut itu suci dan mensucikan, dimana bangkai hewan yang berada di dalamnya pun halal.” (HR. Al Khamsah)
c. Air telaga
“Bahwa Rasulullah pernah meminta
diambilkan satu wadah air zamzam, lalu beliau meminum sebagian dari air
tersebut dan berwudhu dengannya.” (HR. Ahmad)
2.
Air Musta’mal
“Bahwa Rasulullah membasuh kepala dengan sisa air yang terdapat pada tangannya.” (HR. Abu Dawud)
“Bahwa Rasulullah membasuh kepala dengan sisa air yang terdapat pada tangannya.” (HR. Abu Dawud)
3.
Air yang bercampur dengan barang yang suci
“Rasulullah
pernah masuk ke rumah kami ketika putrinya, Zainab, meninggal dunia. Lalu
beliau berkata: Mandikanlah ia tiga atu lima kali atau lebih, jika menurutmu
lebih dari itu adalah lebih baik, dengan air atau serta daun bidara. Pada
basuhan yang terakhir campurkan dengan kapur barus. Jika telah selesai, maka
beritahukan kepadaku. Setelah selesai memandikan jenazah Zainab, kami
memberitahukan kepada Rasulullah, kemudian beliau memberikan kain kepada kami
seraya berkata: “Pakaikanlah kain ini pada tubuhnya.” (HR. Mutafaq’alaih)
4.
Air yang jumlahnya dua kullah
“Apabila
jumlah air itu mencapai dua kullah, maka air itu tidak mengandung kotoran
(tidak najis).” (HR. Khamsah)
5.
Debu yang bersih yang ada di atas tanah, pasir, batu-batu kerikil atau pasir
laut. QS. An Nisa (4) : 43
Rasulullah SAW bersabda: “Tanah itu telah diciptakan bagiku tempat sujud dan mensucikan” (HR. Ahmad diriwayatkan di dalam shahihain)
Rasulullah SAW bersabda: “Tanah itu telah diciptakan bagiku tempat sujud dan mensucikan” (HR. Ahmad diriwayatkan di dalam shahihain)
2.7 Wudhu
Berwudhu adalah perbuatan, menggunakan air pada anggota tubuh tertentu, sedangkan wudhu adalah air yang digunakan untuk berwudhu. Kata ini berasal dari kata wadha’ah yang berarti baik dan bersih. Dalam istilah Syara’ Wudhu adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat .
Adapun hadits yang menerangkan tentang kewajiban Bersuci adalah.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. bersabda: “Allah tidak akan menerima shalat seorang kamu, apabila ia berhadats sebelum berwudhu ”.
Berwudhu adalah perbuatan, menggunakan air pada anggota tubuh tertentu, sedangkan wudhu adalah air yang digunakan untuk berwudhu. Kata ini berasal dari kata wadha’ah yang berarti baik dan bersih. Dalam istilah Syara’ Wudhu adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat .
Adapun hadits yang menerangkan tentang kewajiban Bersuci adalah.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. bersabda: “Allah tidak akan menerima shalat seorang kamu, apabila ia berhadats sebelum berwudhu ”.
A. Syarat Wudhu
Adapun syarat sah wudhu adalah:
1. Islam.
2. Tamyiz.
3. Air Mutlak.
4. Tidak ada yang menghalangi.
5. Masuk waktu shalat (khusus bagi orang yang hadatsnya berkepajangan) .
Adapun syarat sah wudhu adalah:
1. Islam.
2. Tamyiz.
3. Air Mutlak.
4. Tidak ada yang menghalangi.
5. Masuk waktu shalat (khusus bagi orang yang hadatsnya berkepajangan) .
B. Fardhu Wudhu (Rukun) ada enam, yaitu:
1. Niat.
2. Membasuh muka (wajah).
3. Membasuh kedua tangan.
4. Menyapu kepala.
5. Membasuh kaki.
6. Tertib (berurutan) .
1. Niat.
2. Membasuh muka (wajah).
3. Membasuh kedua tangan.
4. Menyapu kepala.
5. Membasuh kaki.
6. Tertib (berurutan) .
C. Sunah-sunah wudhu:
1. Basmalah.
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai ke pergelangan tangan sebanyak tiga kali sebelum berkumur.
3. Madmadah (berkumur-kumur).
4. Istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung).
5. Meratakan sapuan keseluruh kepala.
6. Menyapu kedua telinga.
7. Menyela-nyela janggut dengan jari-jari.
8. Mendahulukan yang kanan dari yang kiri.
9. Melakukan setiap perbuatan bersuci sebanyak tiga kali.
10. Muwalah, artinya melakukan perbuatan-perbuatan wudhu itu secara beruntun.
11. Menghadap kiblat.
12. Menggosok-gosok anggota wudhu.
13. Hemat air .
1. Basmalah.
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai ke pergelangan tangan sebanyak tiga kali sebelum berkumur.
3. Madmadah (berkumur-kumur).
4. Istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung).
5. Meratakan sapuan keseluruh kepala.
6. Menyapu kedua telinga.
7. Menyela-nyela janggut dengan jari-jari.
8. Mendahulukan yang kanan dari yang kiri.
9. Melakukan setiap perbuatan bersuci sebanyak tiga kali.
10. Muwalah, artinya melakukan perbuatan-perbuatan wudhu itu secara beruntun.
11. Menghadap kiblat.
12. Menggosok-gosok anggota wudhu.
13. Hemat air .
D. Hal-hal yang membatalkan wudhu.
1. Keluar sesuatu dari qubul dan dubur.
2. Tidur.
3. Hilang akal.
4. Persentuhan kulit laki-laki dan perempuan.
5. Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan .
1. Keluar sesuatu dari qubul dan dubur.
2. Tidur.
3. Hilang akal.
4. Persentuhan kulit laki-laki dan perempuan.
5. Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan .
2.8 Mandi
Mandi ialah meratakan air pada seluruh badan untuk thaharah dari pada hadats asghar dan hadats akbar. Sedangkan bersuci dari hadats ialah membersihkan pakaian, tempat atau benda-benda lain dari suatu keadaan yang merusak thaharah, seperti keluarnya sesuatu dari dua lubang (dubur dan qubul).
A. Rukun Mandi
Rukun mandi wajib ada dua yaitu niat dan meratakan air keseluruh tubuh. Sedangkan sunnahnya ada lima yaitu:
1. Membaca basmalah pada saat mulai mandi
2. Berwudu sebelum mandi
3. Menggosok-gosokan badan dengan tangan ke seluruh tubuh
4. Mendahulukan anggota badan yang kanan dari pada yang kiri
5. Berturut-turut dan tertib
B. Macam – Macam Mandi
Berdasarkan pengertian mandi diatas, maka mandi dapat terbagi atas :
a. Mandi wajib
Mandi wajib dilakukan dengan cara menyiram seluruh anggota badan, dimulai dari bagian atas kepala sampai keujung kaki dengan memakai air bersih.
Adapun sebab-sebab yang mewajibkan mandi yaitu :
1. Karena berkumpulnya suami istri, baik mengeluarkan air mani atau tidak. Sabda Rasulullah saw :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَاالتَقَى اْلخَتَافَانِ فَقَدْ وَجَبَ اْلغُسْلُ وَاِنْ لَمْ يُنْزِلْ
(رواه مسلم)
Artinya :
Rasulullah saw bersabda :”Apabila bertemu dua khitan, maka sesungguhnya telah diwajibkan mandi meskipun tidak keluar mani” (H.R muslim).
2. Karena keluar mani, baik disebabkan oleh mimpi atau sebab-sebab lainnya
3. Karena meninggal dunia (mati)
Sabda Rasulullah SAW:
Rasulullah saw bersabda :”Apabila bertemu dua khitan, maka sesungguhnya telah diwajibkan mandi meskipun tidak keluar mani” (H.R muslim).
2. Karena keluar mani, baik disebabkan oleh mimpi atau sebab-sebab lainnya
3. Karena meninggal dunia (mati)
Sabda Rasulullah SAW:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسِ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِى اْلمُحْسِ مِ الَّذِى وَقَصَتْهُ نَاقَتُهُ اغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرِ (رواه ابخارى ومسلم)
Artinya:
Dari Ibnu Abas, Rasulullah SAW telah bersabda tentang orang mati karena terlontar oleh untanya, beliau berkata: “mandikanlah dia olehmu dengan air dan bidara”. (H.R Bukhari dan Muslim)
4. Karena datang bulan (haid)
5. Karena nifas, yaitu keluar darah ketika melahirkan
b. Mandi Sunnah
Disamping mandi wajib sebagaimana dijelaskan di atas, ada pula mandi sunnah yaitu mandi yang di sunahkan karena sebab-sebab tertentu. Sebab-sebab tersebut adalah sebagai berikut :
1. Akan mengerjakan shalat jum’at
2. Akan melaksanakan shalat idul fitri atau idul adha
3. Orang gila yang sembuh dari gilanya
4. Akan melaksanakan ihram baik untuk haji maupun untuk umrah
5. Selesai memandikan jenazah
6. Orang kafir yang baru masuk Islam
C. Hikmah Mandi
Mandi merupakan salah satu cara bersuci dalam rangkaian ibadah yang secara umum mengandung hikmah bagi manusia sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 6 yaitu:
Dari Ibnu Abas, Rasulullah SAW telah bersabda tentang orang mati karena terlontar oleh untanya, beliau berkata: “mandikanlah dia olehmu dengan air dan bidara”. (H.R Bukhari dan Muslim)
4. Karena datang bulan (haid)
5. Karena nifas, yaitu keluar darah ketika melahirkan
b. Mandi Sunnah
Disamping mandi wajib sebagaimana dijelaskan di atas, ada pula mandi sunnah yaitu mandi yang di sunahkan karena sebab-sebab tertentu. Sebab-sebab tersebut adalah sebagai berikut :
1. Akan mengerjakan shalat jum’at
2. Akan melaksanakan shalat idul fitri atau idul adha
3. Orang gila yang sembuh dari gilanya
4. Akan melaksanakan ihram baik untuk haji maupun untuk umrah
5. Selesai memandikan jenazah
6. Orang kafir yang baru masuk Islam
C. Hikmah Mandi
Mandi merupakan salah satu cara bersuci dalam rangkaian ibadah yang secara umum mengandung hikmah bagi manusia sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 6 yaitu:
.... يُرِيْدُ لِيُطَهِّرَ كُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُروْنْ (المائده:6)
Artinya :
“Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatnya bagimu, supaya bersyukur”.
Adapun hikmahnya yaitu :
1. Dapat menetralisasi pengaruh kejiwaan yang ditimbulkan akibat pergaulan seksual.
2. Dapat memulihkan kekuatan dan kesegaran , dan membersihkan kotoran.
3. Menambah kekhusyuan dalam beribadah
4. Dapat memulihkan kesadaran, kesegaran dan ketenangan pikiran
BAB III
KESIMPULAN
Bersuci merupakan persyaratan dari beberapa macam ibadah, karena itu bersuci memperoleh tempat yang utama dalam ajaran Islam. Berbagai aturan dan hukum ditetapkan oleh syara dengan maksud antara lain agar manusia menjadi suci dan bersih baik lahir maupun batin.
Kesucian dan kebersihan lahir dan batin merupakan pangkal keindahan dan kesehatan. Oleh karena itu hubungan kesucian dan kebersihan dengan keindahan dan kesehatan erat sekali. Pokok dari ajaran islam tentang pengaturan hidup bersih, suci dan sehat bertujuan agar setiap muslim dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai khalifah di muka bumi.
Kebersihan dan kesucian lahir dan batin merupakan hal yang utama dan terpuji dalam ajaran Islam, karena dengan kesucian dan kebersihan dapat meningkatkan derajat harkat dan martabat manusia di hadirat Allah SWT
BAB IV.
DAFTAR PUSTAKA