I. PENGERTIAN
KONSTITUSI
Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”,
berasal dari kata kerja yaitu “constituer” (Perancis) atau membentuk. Yang
dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi mengandung makna awal
(permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan tentang negara. Belanda
menggunakan istilah “Grondwet” yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi
dasar (grond) dari segala hukum. Indonesia menggunakan istilah Grondwet menjadi
Undang-undang Dasar.
Dalam
arti yang luas :
konstitusi adalah hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan
(hukum) yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara.
Dalam
arti tengah :
konstitusi adalah hukum dasar, yaitu keseluruhan aturan dasar, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis
Dalam
arti sempit :
konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang
memuat aturan-aturan yang bersifat pokok.
II.
TUJUAN KONSTITUSI
secara umum, tujuan
dibuatnya konstitusi adalah untuk mengatur jalannya kekuasaan dengan jalan
membatasinya melalui aturan untuk menghindari terjadinya kesewenangan yang
dilakukan penguasa terhadap rakyatnya serta memberikan arahan kepada penguasa
untuk mewujudkan tujuan Negara. Jadi, pada hakikatnya konstitusi Indonesia
bertujuan sebagai alat untuk mencapai tujuan negara dengan berdasarkan kepada
nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara.
adapun beberapa pendapat ahli
tentang tujuan konstitusi, yaitu :
- C.F. Strong = Tujuan konstitusi
adalah untuk membatasi kesewenang-wenangan tindakan pemerintah untuk menjamin
hak-hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
- Karl Loewenstein = untuk mengawasi proses kekuasaan. Oleh karena itu Setiap konstitusi mempunyai dua tujuan yaitu :
- Karl Loewenstein = untuk mengawasi proses kekuasaan. Oleh karena itu Setiap konstitusi mempunyai dua tujuan yaitu :
1) untuk memberikan pembatasan
dan pengawasan terhadap kekuasaan politik
2) untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak penguasa,dan menetapkan bagi penguasa tersebut batas-batas kekuasaan mereka, sehingga tidak terdapat kekuasaan yang semena – mena atau kekuasaan Absolutisme.
- Bagir Manan = untuk mengatur organisasi negara dan susunan pemerintahan. Sehingga dimana ada organisasi negara dan kebutuhan menyusun suatu pemerintahan negara, maka akan diperlukan konstitusi.
2) untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak penguasa,dan menetapkan bagi penguasa tersebut batas-batas kekuasaan mereka, sehingga tidak terdapat kekuasaan yang semena – mena atau kekuasaan Absolutisme.
- Bagir Manan = untuk mengatur organisasi negara dan susunan pemerintahan. Sehingga dimana ada organisasi negara dan kebutuhan menyusun suatu pemerintahan negara, maka akan diperlukan konstitusi.
III.
SIFAT KONSTITUSI
1.
Konstitusi formal dan materiil
Adanya kesalah pahaman dalam cara pandang banyak orang mengenai
konstitusi yang sering diidentikkan dengan undang-undang dasar. Penyebab
kesalahan tersebut ialah adanya pengaruh paham kodivikasi yang menghendaki
semua peraturan dibuat dalam bentuk tertulis dengan maksud untuk mencapai
kesatuan hukum, kesederhanaan hukum, dan kepastian hukum. Pengertian
undang-undang dasar dihubungkan dengan pengertian konstitusi merupakan sebagian
dari pengertian konstitusi yang ditulis (die geschrieben verfassung), dalam
arti inilah konstitusi bersifat yuridis atau rechtsverfassung, yaitu sebagai
undang-undang dasar atau grundgesetz. Sementara itu konstitusi dalam arti luas
tidak hanya bersifat yuridis semata tetapi bersifat sosiologis dan politis yang
tidak disebut sebagai undang-undang dasar namun termasuk dalam pengertian
konstitusi. Setiap rechtsverfassung memiliki dua syarat. Syarat pertama
mengenai bentuknya yang berupa naskah tertulis sebagai undang-undang yang
tertinggi dan berlaku di negara tersebut, syarat kedua isinya berupa peraturan
fundamental.
2. Luwes (fleksibel) atau kaku (rigid)
2. Luwes (fleksibel) atau kaku (rigid)
Ukuran yang
dipakai oleh para ahli dalam menentukan apakah suatu undang-undang dasar
bersifat luwes atau kaku, ialah:
•
Apakah terhadap naskah konstitusi itu dimungkinkan dilakukan perubahan, dan
apakah cara mengubahnya cukup mudah atau sulit?
•
Apakah naskah konstitusi tersebut mudah atau tidak mudah berubah sesuai
perkembangan serta kebutuhan masyarakat?
Untuk
undang-undang dasar yang tergolong fleksibel perubahannya kadang-kadang hanya
dengan the ordinary legislative process, sementara undang-undang dasar
yang dikenal kaku/rigid prosedur perubahannya dapat dilakukan antara lain:
a.
Oleh lembaga legislative tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu
b.
Oleh rakyat secara langsung melalui referendum
c. Oleh utusan negara-negara bagian
d.
Dengan kebiasaan ketatanegaraan atau oleh suatu lembaga negara yang khusus
dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
Harus diketahui pula bahwa menentukan suatu undang-undang apakah termasuk
luwes atau rigid sebenanrnya tidak cukup hanya melihat dari segi cara
merubahnya. Dapat saja dikatakan bahwa suatu uud bersifat rigid tetapi dapat
diubah tanpa melalui prosedur yang ditentukan oleh undang-undang dasar
tersebut, melainkan dapat dirubah diluar prosedur seperti melalui revolusi atau
constitutional convention Jikalau undang-undang dasar tersebut mudah mengikuti
zaman maka undang-undang dasar tersebut bersifat fleksibel.
IV. KETERKAITAN DASAR NEGARA DAN KONSTITUSI
Dasar negara merupakan asas atau landasan pokok yang dijadikan tata nilai
dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan sebuah negara. Dengan dasar
negara suatu pemerintahan negara menjadi terarah dan teratur,sehingga tujuan
nasional dapat tercapai dengan baik.
Dasar negara memuat norma-norma dasar yang bersifat ideal, sedangkan konstitusi berusaha menjabarkan nilai-nilai ideal tersebut kedalam nilai-nilai instrumental. Pada Negara Kesatuan Republik Indonesia keterkaitan dasar negara dengan konstitusi terlihat jelas pada rumusan Pembukaan UUD Negara RI tahun 1945. Pancasila menjadi dasar filsafat negara. Yaitu Pancasila menjadi sumber bagi pembentukan konstitusi. Dasar negara menempati kedudukan sebagai norma hukum tertinggi negara. Dan sebagai norma tertinggi, dasar negara menjadi sumber bagi pembentukan norma-norma hukum dibawahnya. Dengan demikian maka hubungan dasar negara dan konstitusi adalah :
Dasar negara memuat norma-norma dasar yang bersifat ideal, sedangkan konstitusi berusaha menjabarkan nilai-nilai ideal tersebut kedalam nilai-nilai instrumental. Pada Negara Kesatuan Republik Indonesia keterkaitan dasar negara dengan konstitusi terlihat jelas pada rumusan Pembukaan UUD Negara RI tahun 1945. Pancasila menjadi dasar filsafat negara. Yaitu Pancasila menjadi sumber bagi pembentukan konstitusi. Dasar negara menempati kedudukan sebagai norma hukum tertinggi negara. Dan sebagai norma tertinggi, dasar negara menjadi sumber bagi pembentukan norma-norma hukum dibawahnya. Dengan demikian maka hubungan dasar negara dan konstitusi adalah :
• konstitusi
adalah salah satu norma hukum dibawah dasar Negara
• konstitusi
bersumber dari dasar negara atau dasar negara menjadi sumber bagi penyusunan
konstitusi
• Isi dan tujuan
konstitusi tidak boleh bertentangan dengan dasar Negara
V. UNSUR – UNSUR KONSTITUSI NEGARA
Dengan
memperhatikan sifat dan fungsi konstitusi,atau Undang-Undang Dasar, menurut
Miriam Budiardjo , maka setiap Undang-Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
1.
Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan
antara badan Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif
2.
Hak-hak asasi manusia.
3.
Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar
4.
Ada
kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari Undang-Undang
Dasar. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tak dikehendaki. Misalnya Undang-undang dasar jerman
melarang untuk mengubah sifat federalisme , sebab bila menjadi Unitarisme
dikhawatirkan dapat mengembalikan munculnya seorang Hitler.
5.
Memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi Negara, Misalnya :
• Pembukaan UUD Negara RI tahun 1945 menyatakan :
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab
itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka,bersatu berdaulat adil dan makmur
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka,bersatu berdaulat adil dan makmur
VI. KONSTITUSI DI INDONESIA
Sebelum membahas tentang
konstitusi-konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, perlu kalian ketahui terlebih dahulu
pengertian, fungsi, dan kedudukan konstitusi.
Pemahaman terhadap hal ini sangat perlu
mengingat pentingnya konstitusi dalam mengatur kehidupan bernegara.
Apakah
konstitusi itu? Cobalah kalian lihat dalam
kamus Bahasa Inggris-Indonesia. Konstitusi
(constitution) diartikan dengan undang-undang dasar. Benarkah pengertian konstitusi
sama dengan Undang-Undang Dasar (UUD)? Memang, tidak sedikit para ahli yang mengidentikkan konstitusi dengan
UUD. Namun beberapa ahli yang lain mengatakan bahwa arti konstitusi yang lebih tepat adalah hukum dasar.
Menurut
Kusnardi dan Ibrahim (1983), UUD merupakan
konstitusi yang tertulis. Selain
konstitusi yang tertulis, terdapat pula konstitusi yang tidak tertulis atau disebut konvensi.
Konvensi adalah kebiasaan-kebiasaan yang timbul dan terpelihara dalam praktik ketatanegaraan. Meskipun tidak
tertulis, konvensi mempunyai kekuatan hukum yang kuat dalam ketatanegaraan. Dalam uraian bab ini, konstitusi
yang dimaksudkan adalah konstitusi yang tertulis atau Undang-Undang Dasar. Suasana Sidang
MPR yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD.
Konstitusi
atau Undang-Undang Dasar berisi ketentuan
yang mengatur hal-hal yang mendasar dalam bernegara. Hal-hal
yang mendasar itu misalnya tentang batas-batas kekuasaan penyelenggara pemerintahan negara, hak-hak dan
kewajiban warga negara dan lain-lain. Menurut Sri Soemantri (1987), suatu konstitusi biasanya memuat atau
mengatur hal-hal pokok sebagai berikut.
1.
jaminan terhadap
hak-hak asasi manusia dan warga Negara
2.
susunan ketatanegaraan
suatu Negara
3.
pembagian dan
pembatasan tugas ketatanegaraan
Konstitusi
yang memuat seperangkat ketentuan atau aturan dasar suatu negara tersebut mempunyai fungsi yang sangat penting
dalam suatu negara. Mengapa? Sebab, konstitusi menjadi pegangan dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara. Dengan kata lain, penyelenggaraan
negara harus didasarkan pada konstitusi
dan tidak bertentangan dengan konstitusi negara itu. Dengan adanya pembatasan
kekuasaan yang diatur dalam konstitusi, maka pemerintah tidak boleh menggunakan kekuasaannya secara
sewenang-wenang. Sebagai aturan dasar dalam negara, maka Undang - Undang Dasar
mempunyai kedudukan tertinggi dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Artinya semua jenis peraturan
perundang-undangan di Indonesia kedudukannyadi bawah Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia, yakni UUD 1945. Peraturan perundang-undangan tersebut adalah
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
dan Peraturan Daerah. Hal ini dapat lebih kalian dalami dalam pembahasan bab berikutnya.
Sudahkah
kalian merumuskan pengertian konstitusi? Jika sudah, coba bandingkan pendapat kalian dengan pendapat beberapa
ahli di bawah ini. Sekarang, marilah kita kaji konstitusi atau UUD yang pernah berlaku dan
masih berlaku di Indonesia!
Materi ini perlu dipahami agar kalian mampu menjelaskan berbagai UUD yang pernah
berlaku serta di-namika ketatanegaraan di negara kita.
Sejak
tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2008), di negara Indonesia
pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD Sementara 1950.
Dilihat dari periodesasi berlakunya ketiga UUD tersebut, dapat diuraikan menjadi lima periode yaitu:
a)
18 Agustus 1945 – 27
Desember 1949 berlaku UUD 1945,
b)
27 Desember 1949 – 17
Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949,
c)
17 Agustus 1950 – 5
Juli 1959 berlaku UUD Sementara 1950,
d)
5 Juli 1959 – 19
Oktober 1999 berlaku kembali UUD 1945
e)
19 Oktober 1999 –
sekarang berlaku UUD 1945 (hasil perubahan).
a.
Konstitusi adalah
naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan
pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan
tersebut (E.C.S.Wade dan G.Philips, 1970).
b.
Konstitusi adalah
keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan
peraturan-peraturan yang membentuk dan mengatur atau memerintah dalam pemerintahan
suatu negara (K.C.Wheare, 1975).
c.
Konstitusi adalah
sekumpulan asas-asas yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak dari yang
diperintah, dan hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah (C.F.
Strong, 1960). Untuk memahami pelaksanaan konstitusi atau UUD pada setiap periode
tersebut, perhatikan uraian di bawah ini dengan seksama!
1.
UUD 1945 periode 18 Agustus 1945 – 27
Desember 1949
Pada
saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, negara Republik Indonesia belum memiliki konstitusi atau
UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
mengadakan sidang pertama yang salah satu keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945.
Mengapa UUD 1945 tidak ditetapkan oleh MPR sebagaimana diatur dalam pasal 3 UUD 1945? Sebab, pada
saat itu MPR belum terbentuk. Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut disertai penjelasannya
dimuat dalam Berita Republik Indonesia No. 7 tahun II 1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu
Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan.
Perlu
dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16 bab yang terbagi menjadi 37
pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan. Bagaimana sistem
ketatanegaraan menurut UUD 1945 saat itu? Ada
beberapa hal yang perlu kalian ketahui, antara lain tentang bentuk negara, kedaulatan, dan system pemerintahan. Mengenai bentuk
negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “negara Indonesia adalah negara kesatuan
yang berbentuk republik”. Sebagai Negara UUD Negara
RI UUD Sementara 1950 UUD 1945
Urutan
periode pelaksanaan UUD di Indonesiakesatuan, maka di negara Republik Indonesia
hanya ada satu kekuasaan pemerintahan negara, yakni di tangan pemerintah pusat.
Di sini tidak ada pemerintah negara bagian
sebagaimana yang berlaku di negara yang
berbentuk negara serikat (federasi). Sebagai negara yang berbentuk republik, maka
kepala negara dijabat oleh Presiden. Presiden
diangkat melalui suatu pemilihan, bukan
berdasar keturunan.
Mengenai
kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusywaratan Rakyat”. Atas dasar itu, maka kedudukan Majelis
Permusywaratan Rakyat (MPR) adalah sebagai lembaga tertinggi negara. Kedudukan
lembaga-lembaga tinggi Negara yang lain berada di bawah MPR.
Mengenai
sistem pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang- Undang Dasar”. Pasal tesebut menunjukkan bahwa system pemerintahan
menganut sistem presidensial. Dalam system
ini, Presiden selain sebagai kepala negara
juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan
adalah pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden, bukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR).
Perlu
kalian ketahui, lembaga tertinggi dan lembagalembaga tinggi negara
menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah :
a.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b.
Presiden
c.
Dewan Pertimbanagan
Agung (DPA)
d.
Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR)
e.
Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK)
f.
Mahkamah Agung
(MA)
2.
Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949
Perjalanan
negara baru Republik Indonesia
tidak luput
dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia.
Belanda berusaha memecahbelah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negaranegara ”boneka” seperti
Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam
negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudia melakukan agresi atau pendudukan terhadap
ibu kota Jakarta,
yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada
tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda)
tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia,
BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg,
yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta
sebuah komisi PBB untuk Indonesia.
KMB
tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan
pokok yaitu:
1.
Didirikannya Negara
Rebublik Indonesia
Serikat;
2.
Penyerahan kedaulatan
kepada Republik Indonesia Serikat; dan
3.
Didirikan uni antara
RIS dengan Kerajaan Belanda.
Perubahan
bentuk negara dari negara kesatuan menjadi
negara serikat mengharuskan adanya
penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat.
Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar.
Setelah
kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang
diberi nama Konstitusi Republik Indonesia
Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas
Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta
sebuah lampiran. Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi
RIS yang berbunyi “ Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hokum yang demokratis dan
berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS
terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan
pemerintahan di wilayah negara bagiannya.
Negara-negara
bagian itu adalah : negara Republik Indonesia, Indonesia Timur,
Pasundan, Jawa timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan-satuan
kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar,
Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Selama
berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu
kota di Yogyakarta. Sistem pemerintahan
yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer.
Hal
itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS.
Pada ayat (1) ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Artinya, Presiden tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab, Presiden
adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Kalau demikian, siapakah yang menjalankan
dan yang bertanggung jawab atas tugas pemerintahan? Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri
bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah baik bersama-sama untuk
seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”.
Dengan
demikian, yang melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas
pemerintahan adalah menterimenteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana
Menteri. Lalu, kepada siapakah pemerintah
bertanggung jawab? Dalam sistem
pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Bagaimana pendapatmu, apakah system Parlementer cocok
diterapkan di Indonesia?
Perlu
kalian ketahui bahwa lembaga-lembaga Negara
menurut Konstitusi RIS adalah :
a.
Presiden
b.
Menteri-Menteri
c.
Senat
d.
Dewan Perwakilan
Rakyat
e.
Mahkamah Agung
f.
Dewan Pengawas
Keuangan
3.
Periode Berlakunya UUDS 1950
Pada
awal Mei 1950 terjadi penggabungan negaranegara bagian dalam negara
RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia, Negara Indonesia
Timur, dan Negara Sumatera Timur.
Perkembangan
berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera
Timur dengan Republik Indonesia untuk kembali ke
bentuk negara kesatuan. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei
1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara kesatuan diperlukan suatu UUD Negara kesatuan. UUD
tersebut akan diperoleh dengan cara memasukan
isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang
baik dari
Konstitusi RIS.
Pada
tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-Undang Federal No.7 tahun 1950
tentang Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus
1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah
kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang
Dasar Sementara 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang Tubuh, yang meliputi 6 bab dan 146 pasal. Mengenai dianutnya
bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang
demokratis dan berbentuk kesatuan”.
Sistem
pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer. Dalam
pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 ditegaskan bahwa ”Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat
diganggu-gugat”. Kemudian pada ayat (2) disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya
sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintahan adalah menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut
bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR.
Perlu
kalian keahui bahwa lembaga-lembaga Negara
menurut UUDS 1950 adalah :
a)
Presiden dan Wakil
Presiden
b)
Menteri-Menteri
c)
Dewan Perwakilan
Rakyat
d)
Mahkamah Agung
e)
Dewan Pengawas
Keuangan
Sesuai
dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara.
Sifat kesementaraan ini nampak dalam
rumusan pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga Pembuat UUD)
bersama-sama dengan pemerintah selekaslekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia
yang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilihan
umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung.
Sekalipun
konstituante telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun, namun lembaga ini masih belum berhasil
menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebab
ketidakberhasilan tersebut adalah adanya
pertentangan pendapat di antara partai-partai politik di badan
konstituante dan juga di DPR serta di badan-badan pemerintahan.
Pada
pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno
menyampaikan amanat yang berisi anjuran
untuk kembali ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945 tersebut
dapat diterima oleh para anggota Konstituante tetapi dengan pandangan yang berbeda-beda.
Oleh
karena tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan pemungutan suara.
Sekalipun sudah diadakan tiga kali pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden
tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir.
Atas
dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan
bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli
1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah:
1.
Menetapkan pembubaran
Konsituante
2.
Menetapkan berlakunya
kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3.
Pembentukan MPRS dan
DPAS Dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan konstitusional
dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik Indonesia.
4.
UUD 1945 Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober
1999
Praktik
penyelenggaraan negara pada masa berlakunya
UUD 1945 sejak 5 Juli 1959- 19 Oktober
1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh
karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu
periode Orde Lama (1959-1966), dan periode Orde Baru (1966-1999).
Pada
masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden
dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa
itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan
terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap
kebijakan-kebijakan Presiden.
Selain
itu muncul pertentangan politik dan kon- flik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan
kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang
sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara.
Mengingat
keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto
melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang
diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan
jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Semboyan
Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan? Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara
hukum, dan keadilan sosial ternyata masih
terdapat banyak hal yang jauh dari
harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden
dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah. Selain itu, kelemahan
tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes (fleksibel), sehingga
memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan.
Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak
memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan dan tidak merubah
UUD 1945.
5.
UUD 1945 Periode 19 Oktober 1999 –
Sekarang
Seiring
dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya
Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, maka
sejak tahun
1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Sampai saat ini,
UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan, yaitu pada tahun
1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan
menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Melalui
empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut
kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden,
memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.
Pertanyaan
kita sekarang, apakah UUD 1945 yang telah diubah tersebut telah dijalankan sebagaimana
mestinya? Tentu saja masih harus ditunggu perkembangannya, karena masa
berlakunya belum lama dan masih masa transisi. Setidaknya, setelah perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik
ketatanegaraan yang melibatkan rakyat secara langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,
dan pemilihan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota). Hal-hal tersebut tentu lebih mempertegas
prinsip kedaulatan rakyat yang dianut negara kita.
Perlu
kalian ketahui bahwa setelah melalui serangkaian perubahan
(amandemen), terdapat lembaga-lembaga negara baru yang dibentuk. Sebaliknya terdapat lembaga negara yang
dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah : UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Sumber: Setjen
MPR
a)
Presiden
b) Majelis Permusyawaratan Rakyat
c) Dewan Perwakilan Rakyat
d)
Dewan Perwakilan
Daerah
e) Badan Pemeriksa Keuangan
f) Mahkamah Agung
g) Mahkamah Konstitusi
h) Komisi Yudisial
DAFTAR PUSTAKA